Review Buku Menjadi Istri yang Layak Dicintai

Cover Depan On Being Great Lover (Menjadi Istri yang Layak Dicintai)
Cover Depan On Being Great Lover (Menjadi Istri yang Layak Dicintai)

 

Bagaimana rasanya menjadi istri yang layak dicintai?

Pertanyaan itu kerap kali mengitari isi kepala saya. Bagaimanapun tidak, dulunya pembahasan parenting selalu menjadi buah bibir dasar yang paling menarik? Ternyata, menjadi isteri yang layak dicintai adalah impian dasar bagi seorang wanita dalam memasuki jenjang pernikahan.

Jangankan menjadi seorang isteri, menjadi seorang wanita saja apabila wanita bahagia di rumah laksana baiti jannati  alias rumahku surgaku. Hati-hati dengan seorang perempuan, apalagi terkait hatinya jika tidak ingin dunia ini menjadi baik dan tidak.

Pernah ada di masa saya teramat suka membaca buku, buku apa saja mampu dilahap. Entah kenapa kemampuan tersebut tidak serta merta setiap waktu. Ada masa di mana fasenya sulit sekali membaca buku, kalau membaca buku satu lembar auto masuk ke dunia lain. Setelah bangun kepala malah terasa sakit. Hingga pada akhirnya harus memiliki banyak cara bagaimana caranya mengembalikan mood baca seperti semula. Yaelah, seperti moodnya novelis belaka.

Terhenti pulalah saya dalam buku ini. Tidak sampai seminggu Alhamdulillah sudah selesai. Maka setelah saya membaca buku ini saya menyetujui bahwa membaca buku ini wajib diulang sebab pembahasannya itu sangat mengingatkan kita sebagai wanita yang mulia. Yah, sungguh mulia sekali hingga saya penasaran siapalah di zaman ini yang bisa mempraktikkannya.

Judul Buku           : On Being Great Lover (Menjadi Istri yang Layak Dicintai)

Penulis                 : Uken Junaedi & Deny Riana

Jumlah Halaman : 113

Jenis cover           : Hard

Penerbit               : Madanisa Imprint Salamadani

ISBN                   : 978-979-17213-9-4

Pembukaan buku dimulai dengan Judul yang sangat menyentuh, yaitu Menikahlah dengan Istri yang Layak Dicintai. Itu artinya pemilihan wanita sholiha adalah modal awal untuk membangun rumah tangga yang diridhoi-Nya, sekaligus langkah awal dalam meraih surga yang telah dijanjikan-Nya. Pertanyaannya adalah bagaimana karakter istri shaleha yang layak dicintai itu?

Rasulullah Saw pun menggambarkannya melalui kisah seorang perempuan yang diceritakannya kepada Fatimah Az-Zahra. Waktu itu Fatimah sangat penasaran siapakah yang akan masuk surga pertama kali selain dari pada para wanita pemimpin surga, ialah orang yang ternyata juga hidup di zaman itu.

Sungguh sangat penasaran Fatimah dengan apa yang disampaikan ayahnya. Ia pun mendatanginya wanita tersebut. Sehingga ia menarik kesimpulan bahwa wanita itu selalu meminta izin terlebih dahulu bila ada lelaki yang datang ke rumahnya, walaupun hanya balita sekalipun. Selain itu, wanita itu selalu berhias ketika kepulangan suami, memberikan pelayanan yang terbaik nan menyenangkan dan selalu menyediakan cambuk apabila sewaktu-waktu langkahnya membuat suaminya marah atau tidak ridho dengan perlakuannya. Masyaa Allah sungguh beruntung sekali lelaki yang mendapatkan wanita shaleha itu.

Jangankan melalui lembaran yang dibaca dalam setiap babnya. Judulnya saja sudah menggambarkan bahwa isi buku ini sangat menjadi catatan penting untuk selalu diingat bagi wanita.

Cover Belakang On Being Great Lover (Menjadi Istri yang Layak Dicintai)
Cover Belakang On Being Great Lover (Menjadi Istri yang Layak Dicintai)

1.      Mengapa ada cinta?

2.      Istri yang layak dicintai

3.      Taat Kepada Allah

4.      Taat Kepada Suami

5.      Kekasih yang Penuh Kasih

6.      Bahagia Karena Melayani

7.      Menghormati Suami

8.      Pandai Merawat Diri

9.      Memikat Hati

10.  Amanah

11.  Ibu yang Telaten

12.  Mampu Meredam Emosi Suami

13.  Motivator bagi Suami

14.  Pandai Menjaga Diri

15.  Serius Mendidik Anak

16.  Setia dalam Suka dan Duka

Setelah membaca buku ini saya pun menyadari bahwa wanita shaleha itu memiliki kesabaran seluas samudera. Masyaa Allah, sungguh mulia sekali wanita shaleha itu. Akankah saya bisa mempraktikkannya? Yah, paling tidak simulasilah memperbaiki diri terlebih dahulu sebelum menikah.

Buku ini sangat menarik dibaca untuk orang yang sangat menyukai warna. Kalau tipe-tipe visual saya yakin ia tertarik untuk membacanya.

 

 

Menjanjikan Kaya Cepat : Pengalaman Modus Penipuan Lewat Telegram

Menjanjikan Kaya Cepat  Pengalaman Modus Penipuan Lewat Telegram

Berulang kali saya bertanya pada diri sendiri, Haruskah saya menceritakannya atau harus diam saja selaku korban yang diuntungkan? Kan saya mendapatkan kebahagiaannya, harusnya ya diam saja bukan? Begitulah saya diam saja dan ternyata orang yang dekat dengan saya malah menjadi korban dengan kerugian puluhan juta rupiah.

Loh, gimana tah? Kok bisa gitu, bukannya korban itu selalu `dirugikan ya?

Nah. itu dia poinnya. Simak cerita saya hingga akhir ya.

Kronologi Kejadian

Pagi nan indah diwarnai dengan cerahnya mentari. Seperti biasa, saya tidak akan mempermasalahkan mau itu punya uang ataupun tidak. Namun kondisinya memang tidak punya uang pada waktu itu. Seseorang mengirimkan pesan bahwa ia membutuhkan orang yang bersedia menjadi penonton bayaran atas iklan yang ditayangkan. Memang pekerjaan menjadi influencer, pekara menjadi penonton bayaran itu menjadi hal yang biasa. Soalnya kami akan berusaha memperlihatkannya juga kepada orang lain bahwa di sini ada event juga loh.

Betapa pun saya terkejut bahwa bayarannya sungguh fantanstis. Masa iya sekali menonton iklan saja kita bisa dibayar dengan hargan belasan ribu. Padahal ketika saya menjadi penonton bayaran melalui website saja, mendapatkan 1000 rupiah rasanya jungkir balik dan menghabiskan banyak kuota. Yah, ujung-ujungnya juga merugikan. Waktu dan tenaga habis di situ.

Jangankan  hal itu, meskipun website saya sudah ada iklannya bukan berarti sudah banyak loh yang saya dapatkan. Bahkan sudah menuju tiga tahun sekalipun masih terkumpul enam ribu rupiah. #plak, yang wajar saja sih. Kan malas menulis ceritanya dan kontennya sudah biasa.

Saya terus mengikuti aturannya hingga terkumpulah menjadi ratusan ribu dalam rekening saya. Pada saat itu ada misi yang lain, yaitu tidak menonton iklan. Mereka mengatakan bahwa sedang mencoba aplikasi baru tentang bisnis, di mana yang mengharuskan kami untuk mentransfer uang jika ingin mendapatkan keuntungan sekian persen. Apabila nominalnya semakin banyak, maka keuntungannya juga akan semakin banyak. Nah, di situlah kecurigaan saya mulai bermuara.

Sebagai seseorang yang pernah berkecimpung di dunia perkodingan dan mengetahui mana yang valid ataupun tidak. Saya mencoba menganalisa tentang website yang diberikan olehnya. Pengalihan arahan pun juga telah berpindah ke orang lain. Pikiran baik saya mengatakan bahwa mungkin ini cara supaya lebih mudah mendeteksinya. Setelah mengecek lebih lanjut tentang website yang diberikan. Ternyata pada hasil pencarian website tersebut tidaklah muncul dan menjadi tanda tanya besar dalam hati.

Misi yang pertama selain periklanan selesai. Ternyata memang benar, uang yang telah saya dapatkan kembali menjadi milik saya. Kemudian kami mendapatkan misi kembali menonton iklan dan mendapatkan bayaran sesuai yang dijanjikan. Hingga terkumpulah lagi menuju tiga ratus ribuan.

Waktu itu kondisinya masih tergabung dalam satu grub telegram. Saya yang tidak ingin merasa sendirian pun melakukan teknik pendekatan pada peserta grup yang lain secara chat pribadi.  

“Kak ini halalnya?” tanyanya pada saya.

“Halal Kak, kan akadnya jelas kita like postingan mereka dan mendapatkan uang sekian.” Begitulah ucapan saya pada waktu itu.

Misi lain selain menonton iklan pun dimulai kembali. Kali ini nominalnya jauh lebih besar dari yang dibayangkan, yaitu sekitar lima ratus ribuan lebih. Sementara uang yang saya miliki di rekening awalnya kan hanya 5000 rupiah saja, cukup untuk membayar uang administrasi bulanan. Sehingga pada akhirnya misi itu tidak saya kerjakan dan saya juga menanyakan hal itu pada teman yang saya japri.

Ia lebih dulu memberi tahu.

“Kak, grupnya hilangnya?” tanyanya lebih dulu.

Saya langsung mengeceknya nih. Ternyata masih ada. “Masih ada kok kak.”

Entah kenapa muncullah sebuah pemberitahuan bahwa misi yang kami kerjakan adalah rahasia dan hanya orang terpilih saja yang mendapatkannya. Saya pun mulai dijapri sama si pengarah bahwa saya tidak bisa mengikuti misi karena saldo tidak mencukupi. Tidak sampai satu jam, grup telegramnya jugalah lenyap begitu saja.

Hilang, entah kenapa saya malah seperti pencuri yang harus menyelamatkan hasil curian. Uang yang ada di dalam rekening saya segera saya transferkan ke yang lain atau malah saya chekuoutkan barang. Yah, saya lupa pada waktu itu. Saya enggak berpikir ke sana. Hanya berpikir bahwa data pribadi saya takutnya bocor dan yang dirugikan adalah rekening.

Soalnya sudah banyak juga referensi teman yang lain, jauh sebelum ini mengatakan bahwa jangan asal mengklik tautan. Sebab sekali dicek ternyata uangnya hilang puluhan juta di rekening. Setelah saya berhasil menyelamatkannya, saya tanya lagi sama orang yang saya japri.

Syukurnya ia termasuk orang transparan. Hingga pada akhirnya saya tahu bahwa keuntungan yang ia dapatkan ternyata lebih banyak. Saya pun manggut-manggut dan melaksanakan aktivitas seperti biasa.

Beberapa hari berlalu. Tidak berkelang selama sebulan saya mendapatkan informasi yang amat menggemparkan dari orang terdekat saya. Bagaimana pun tidak ternyata, kisah kelam menjadi korban penipuan yang mengerok rekening hingga kosong terjadi. Katanya lewat telegram. Imbasnya juga tidak perlu ditanya. Banyaklah pokoknya, hingga membuat siapa pun yang mendengarnya menjadi iba.

Namun saya memang tak berani bertanya, takut malah pertanyaan itu justru membunuh mentalnya. Mana tahu kasusnya serupa. Hanya saja, saya curiga jika pola ini sama yang saya alami. Logika saya mengatakan bahwa ini termasuk dengan perjudian. Setelah si pelaku merasa banyak mendapatkan keuntungan, ia akan menghentikan permainan dan  mengambil semua keuntungannya.

 Penutup

Begitulah teman-teman pengalaman kisah nyata yang saya alami baru-baru ini. Semoga teman-teman di kemudian hari akan selalu terhindar dari hal-hal yang merugikan seperti ini. Tetaplah waspada dan mari jangan menjadi orang yang tidak tahu. 

Review Buku Mengejar Impian Ayah Karya Abdi Siregar

Cover depan Mengejar Impian Ayah
Cover depan Mengejar Impian Ayah
 

“Henny, baca buku ini aja,” ucap kak Dewi. Ia mengambil sebuah buku yang ukurannya tipis. “Ini punya salah satu anggota FLP senior.”

Aku menerimanya tanpa berpikir kapan akan menyelesaikan buku itu bersebab tagihan TBR. Setiap kali ingin menambah buku untuk dibaca, setiap itu juga aku selalu berpikir berapa banyak waktu yang kuhabiskan untuk membacanya. Takut berlama-lama ia akan mendekam di dalam rakku.

Berat memang dirasa, saat aku sudah terlampau nyaman membaca buku nonfiksi. Ketika membaca buku fiksi beratnya minta ampun. Bisanya satu buku yang berukuran saku dalam satu tahun pun sampai saat ini belum juga dibaca. Hingga akhirnya, aku memang harus memaksa bahwa buku ini harus dibawa ke mana-mana sampai selesai membacanya.

Judul Buku            : Mengejar Impian Ayah

Penulis                  : Abdi Siregar

Jumlah Halaman : 181

Penerbit               : Wahana Resolusi

Jenis Cover          : Soft

ISBN                     : 978-602-5775-27-7

Kisah ini bermula dengan pertemuan Ibu dan Bapak Mara, yaitu Maya dan Rusli sebagaimana kisah cinta pemuda dan pemudi pada umumnya. Rusli yang begitu gagah berani melamar Maya ke rumahnya. Betapa kita akan dibawa momen romantis lamaran mereka berdua.

Kisah Mara Siregar pun dimulai ketika ia lahir. Konsep penceritaan Mara membuat kita akan memposisikan diri sebagaimana anak-anak pada umumnya. Mulai dari permainan patok lele hingga hobinya yang membaca buku horor. Mara teramat suka membaca buku horor, tapi dalam dunia nyata takutnya minta ampun.  

Meski sejak kecil, Rusli sudah membilangkan apa impiannya terhadap anaknya, yaitu menjadi Mara sebagai ulama. Bahkan dalam tahap penyekolahannya juga sudah diberitahukan ke Mara. Pada saat itu Mara pun tak tahu apa yang menjadi cita-citanya. Saat ditanya ujung-ujungnya pasti berbeda. Namun yang pasti ia akan mengatakan penulis cerita detektif.

Sebagai mana jalan kehidupan. Kisah Mara tidak semulus dibayangkan, ayahnya meninggal saat bekerja. Sehingga Ibunya yang menggantikan peran menafkahi kehidupan. Begitu pun Mara tidak tega melihat ibunya. Mara yang dulunya rajin ke sekolah mulai mencari uang sendiri dengan bedagang.

Kisah ini semakin pelik ketika Maya sakit dan Mara tidak bersekolah karena keinginannya untuk membantu sang ibu.

Teknik penceritaaan dalam novel ini layaknya potongan cerita pendek yang saling bersambung. Cocok dibaca oleh siapa saja, baik itu yang anak-anak, remaja, maupun dewasa.

Kisah ini bukan saja disuguhi dengan teknik penceritaan, tetapi selalu ada nasihat baik yang disampaikan. Seperti kejujuran dan pentingnya memanajemen waktu dengan baik. Sosok yang paling bijak dalam kisah Mengejar Impian Ayah adalah neneknya Mara. Walaupun sudah tua, kita akan menelusuri pikiran bijaknya dalam memandang kehidupan. Betapa pun terpukau ketika neneknya membilangkan bahwa terkait mistis kenapa itu ada, ya bersebab orang-orang mengenal waktu tidak hanya untuk bermain saja. Melainkan mengingatkan bahwa ada kewajiban untuk mengingat Allah.

Overall, apakah buku ini mampu membuat saya jatuh cinta kembali membaca buku?

Jatuh cintanya sih belum, tapi lumayanlah memberikan bumbu-bumbunya.

Cover belakang Mengejar Impian Ayah
Cover belakang Mengejar Impian Ayah

Kenapa nggak komentar terkait dengan cara Rusli mendidik anaknya? Padahal di zaman ini akan menyakitkan ketika kita dipaksa menjadi kemaun orang lain.

Hm, gimana. Kalau bagi saya yang sudah memiliki impian kian ya pastinya bakalan memberontak, tapi memang di sini itu loh responnya Mara tidak ada penolakan sama sekali. Itu artinya Mara rela hati saja menjalankannya. Walaupun keputusannya di tengah perjalanan sempat membantu perekonomian keluarganya hingga membuatnya tidak sekolah selama seminggu.

Bagian mana yang paling menyentuh di hati Diary Harumpuspita setelah membaca ini?

Sosok ayah Mara, yaitu Rusli. Ternyata masih ada loh sosok lelaki yang bertanggung jawab seperti ayahnya. Memang benar-benar mengayomi sekali dan rela susah, bekerja keras demi keluarganya. Masyaa Allah, pahalanya pasti besar sekali ya. Bagi saya Rusli termasuk sosok lelaki idaman untuk keluarga, walaupun enggak semua cara pro dengan caranya beliau.

Itu saja yang bisa disampaikan dalam sesi review buku kali ini, sampai jumpa di review selanjutnya.

Pantaskah Kita Duduk Bersama? (Episode 1)

Pantaskah Kita Duduk Bersama? (Episode 1)

Kupikir Dia Racun, Ternyata Amunisi

Bagaimana cerita ini bisa dimulai? Ah, sebenarnya itu sudah sangat lama. Aku berusaha mengorek penggalan masa silam yang paling samar tentang hadirnya lelaki menemukanku lebih dulu. Kupikir pun begitu, aku biasanya menemukan orang lebih dulu dikarenakan aku yang sering menyembunyikan identitas dari khalayak ramai.

Bagiku, aku adalah orang biasa. Segala pencapaian yang kupunya kalau bisa nggak usah orang tahu. Aku takut mereka akan minder dengan cara berpikirku yang tidak bisa diam, pantang jalan di tempat, dan bawaannya selalu ingin berkembang. Jika kedapatan aku terbengong enggak karuan, rasa stress itu menghampiriku dan malah membuatku menjadi sakit.

Namun ternyata, bukan kemampuan otak yang tidak berpikir membuatku sakit melainkan mengenali kecerdasan emosionalku yang paling buruk. Padahal aku adalah salah satu makhluk paling perasa. Saking perasanya, kupendam sendirian bersama ruang yang membisu. Hingga rasa sakit itu terkadang menjelma menjadi penyakit aneh. Bahkan tak mampu kutuliskan bentuk perasaanku yang tak terbentuk sekalipun. Bertahun-tahun kujalani, hingga akhirnya aku bertemu dengan ia. Si makhluk dengan segala pemikirannya yang acap kali tak jauh berbeda dengan lingkungan terdekatku.

Ternyata, kami sungguh berbeda. Dia dengan Pemikirannya dan aku dengan Perasaanku. Sama-sama sering berpikir dengan pikiran dan perasaan masing-masing. Aku yang tak ingin mengatakan bagaimana perasaannku, berharap dia akan mengenali perasaanku dan dia dengan keegoannya seolah tidak terjadi apa-apa. Emang bisa interaksi antara lawan jenis dalam waktu yang lama? Sungguh itu sangat sulit, manusia yang paling berdampak adalah si pemilik perasaan lebih dulu. Entah aku atau dia, aku pun enggak tahu. Katanya lelaki itu lebih gampang jatuh cinta, sementara perempuan perlu waktu untuk mencintai seseorang.

Racun itu bernama ketidakpedulian dengan perasaan

Kenapa orang bisa sakit? Hal yang paling pasti adalah tingkat imunnya yang paling rendah. Namun kebanyakan rasa sakit itu datang karena pemikiran dan pemikiran yang membuat cemas itu pula sering kali tidak disadari.

Flahsback

Pagi itu dokter itu memarahiku, melalui sorot matanya aku langsung mengeluarkan air mata sesenggukkan. Ia memang tidak bertanya padaku seperti perempuan pada umumnya karena ia merupakan dokter pria.

“Kamu enggak bisa bohong! Seharusnya kamu makan lebih congok dengan obat-obatan ini bukan malah sebaiknya. Sebanyak apapun obat yang kami beri, jika jiwamu sakit akan tetap sama saja. Enggak ada gunanya,” ucapnya lantang kemudian meninggalkanku di ruangan itu bersama perawat yang berusaha berbicara padaku.

Anehnya, aku tidak menyadari bahwa obat paling mujarab untukku yang sakit bukanlah Paracetamol atau Amoxillin, ternyata ruang bercerita dengan orang-orang tertentu. Tipe si manusia perasa itu ternyata hanya butuh ruang bercerita untuk mengobati jiwanya yang tengah terluka.

Ternyata selama ini aku melukai diriku sendiri atas dasar takut berdosa. Takut berdosa mengingat manusia yang mengitari mimpi panjangku. Kusiksa diriku sendiri dengan menolak perasaanku sendiri, menolak perasaan aku cenderung memikirkannya, serta menolak kebahagiaan yang datang padaku. Tak usah basa-basi, kutolak rasa cinta yang Allah beri padaku dan ternyata itu yang membuatku sakit hingga kurus kering.

Hatiku sungguh sangat buta, aku lebih memilih beranjak pada masa depan yang belum pasti. Kusampaikan pada diriku bahwa yang pertama ia jelas bukan mahramku dan kedua di hatinya bukan aku yang diinginkannya. Aku sungguh egois sekali bukan, sebagai perempuan siapa yang tidak ingin dijadikan sebagai ratu di hadapan seorang lelaki yang dicintainya? Sayangnya, aku terlalu buta hingga melupakan aku bukan siapa-siapa di hadapannya. Merasa kehilangan? Memiliki pun tidak. Segera kusimpulkan bahwa cinta itu sungguh sangat membutakan.

Beberapa pekan kemudian aku sudah tidak kembali lagi ke Puskesmas. Hingga pada suatu waktu aku harus kembali ke sana, tapi tidak bertujuan untuk mengobati diriku yang sakit, melainkan adikku yang paling bungsu. Perawat itu pun sungguh bingung melihatku, kenapa aku bisa sehat dan seceria itu? Ia bahkan berpikir kalau aku sudah taken dengannya seperti menikah dengannya atau malah sudah move on benaran.

Alis mataku terangkat seketika, “aku menerimanya Bu. Kuterima perasaanku apa adanya, kuterima bahwa aku memang mencintainya.” Sejak saat itu, racun yang membuatku menjadi sakit kini menjadi obat bagiku bahkan sesekali menjadi amunisi. Aku berusaha memahami emosional di masa lalu. Justru perasaan benci itu berangsur-angsur menjadi cinta dengan sendirinya secara sadar. Kalau enggak disadari mungkin aku sudah menjadi tengkorak. Kan berat badan turun sekilo dalam rentang satu minggu.

 Hadirnya sudah sangat lama

Namanya cinta, sudah jelas dong membutakan. Alasan paling signifikan kenapa aku menolak perasaanku dengannya adalah aku sudah memiliki perasaan mendalam dengan orang sebelumnya. Meskipun aku mengetahui bahwa aku ditolak mentah-mentah, dijauhi secara halus, diperlihatkan secara nyata ia dengan gebetannya. Toh aku bahagia saja karena kupikir syarat untuk mencintai adalah tidak menuntut apa-apa dan tidak menuntut pula balasan. Alasan paling klasiknya begini, bahagia ketika melihat orang dicintai bahagia.

Namun yang satu ini, aku tidak mengenalinya. Jika tidak mengumpulkan buku agendaku dan kubuka satu per satu. Mungkin aku tidak akan pernah tahu, bahwa dia adalah manusia yang kusebut dengan Jauzi di masa silam. Jauh sebelum aku berinteraksi secara nyata dengannya. Jauh sebelum aku menyatakan bahwa aku siap menikah. Ah, ahlinya kisah mengagumi dalam diam adalah aku. Singkatnya, dia itu sebenarnya pelengkap ide episode ceritaku yang lengkap dan penyelesaian masalahku dengan tenang. Kuperhatikan sekali lagi semua ide novelku. Rata-rata aku mengagumi orang, mengabadikan momentumnya, tapi tak kunjung selesai kutulis. Sedangkan dengannya, ideku berhamburan. Bahkan novel itu bisa kuselesaikan dalam sebulan. Aneh ya, tapi nyata. Bahkan dengan tidak berinteraksi sekalipun ia sudah seberdampak itu.

Bersambung

Keterangan :

Congok : banyak makan

Idul Fitri 1445 H Ala Diary Harumpuspita

Idul Fitri 1445 H Ala Diary Harumpuspita
Nguap sedikit udah ketinggalan zaman, untung enggak beda generasi. Mungkin kalau yang beda generasi ini nih ketika saya sudah menikah. Hahah, lucu ya. Entah kapan pun nikahnya. Besok sajalah, kalau enggak kesiangan.

Oke, lebaran pertama bertepatan 1 Syawal 1445 H. Tahu nggak apa yang terintas dalam benak? Banyak banget.

Hal-Hal yang terlintas di dalam benak ketika lebaran tiba ala Diary Harumpuspita tahun 1445 H.

1.       Dosa

Pertama kali wajib ingat dosa, sebelum diingatin sudah sadar duluan. Hmm, itu bertepatan tadi malamnya. Pas malam takbiran. Orang-orang bersuka cita meraih kemenangan sambil mengucap kalimat takbir banyak-banyak. Lah, saya malah teringat dosa yang masih bergelimpangan. Ingat dosa dan bawaannya minta ampun mulu. Emang dosa lu sebesar apa sih?

Ya, enggak tahu sih. Pokoknya kalau hati sakit enggak ketulungan, kan tandanya ada dosa tuh yang bermuara. Dosa radar budek kalau dipanggil emak bapak. Terus tentang waktu lagi, masih lalai. Enggak tepat waktu gitu kalau solat karena ketiduran. Itu rasanya sudah seperti orang kehilangan gaes. Masa iya, azan enggak dengar sama sekali. Bukannya itu pertanda kalau ada dosa yang menghampiri makanya budek atau jangan-jangan si setan yang lagi mendominasi. Ah, tuh kan. Ujung-ujungnya menyalahkan setan lagi, kan menjadi dosa karena berburuk sangka sama setan.

2.       Turunin standar kebahagiaan sampai paling rendah

Bagi saya, adik itu kayak bestie. Qadarullah, ia kecelakaan ketika malam minggu menjelang lebaran yang mengharuskan dirinya rehat di kamar. Bersamaan dengan itu kami menyusulnya dan ternyata sepeda motor mogok dikarenakan tali belting putus dan ayah saya jatuh dari kereta ketika perjalanan pulang. Alhasil, di rumah pada bersakitan. Tinggal saya dan adik saya yang paling bungsu terbilang paling waras.

Sebenarnya saya tuh masih belum siap saja dengan pertanyaan kapan dan kenapa. Takut-takut kejadian sebelumnya terulang lagi ketika bertemu dengan orang lain ketika lebaran. Kalau dulu senangnya bukan main bertemu dengan keluarga yang datang ke rumah. Tahun ini memang sebaiknya lebih sering ngendap di rumah saja deh biar lebih aman gitu. Kebetulan adik juga sedang sakit kan, kan jadi ada alasan nggak ke mena-mana. Walaupun kadang mikirnya gitu, kalau memang saya ditakdirkan untuk mengalami kejadian serupa seperti tahun-tahun yang lalu. Bukankah itu pasti terjadi? Ngapain repot, yang penting sekarang ini saya bahagia walaupun kelihatan random dan absurd sekalipun.

3.       Ngebayar hutang tugas yang belum terselesaikan

Setiap minggu, saya paling rajin untuk menulis catatan dosa yang harus saya selesaikan. Alhasil lumayan banyak jugalah kalau dihitung-hitung. Selama masanya kerja, saya tak punya banyak waktu untuk menyelesaikannya. Pagi, siang, hingga ke sore saya mendedikasikan diri ke sana. Sementara kalau malam waktunya berkhalwat kepada Allah. Jadi, liburan ini adalah cara yang paling tepat untuk menyelesaikan segala hutang tugas.

4.       Makna kesendirian yang terasa banget

Sebenarnya saya enggak sendirian, ada Allah beserta para malaikatnya. Cuma yang menjadi nyesnya ini bukan pekara kamu kapan? Tapi lebih kepada, “semoga Henny diberikan jodoh yang sholeh.” Seketika perasaan saya nyesnya engggak ketulungan, disambut lagi dengan abang yang ngegodain pasal romansa saya tidak normal dikarenakan belum pernah pacaran di umur yang setua ini. Tahu ekspresi wajah saya? Masam bukan main dong ya. Susah benar menjaga diri untuk tidak masuk ke zona perzinaan. Malah kena kompor, untung enggak meledak sih. Saya tahu dengan diri sendiri yang sebenarnya kalau urusan perasan itu ngebuat diri lemah tak berdaya. Bahkan menjadi shaleha sekalipun juga enggak menjamin diri aman dari zona mabuk asmara. Yah, daripada jatuh ke tangan yang salah mending menjaga diri sampai akhirnya dihalalin. Bunda Maryam saja bisa menjaga kehormatannya, masa kita sebagai wanita enggak bisa sih. Hmm, untungnya teman-teman yang lainnya pada shaleha, jadi radar kuat kalau digoyang dengan pernyataan abang saya bak angin tornado itu.

Mungkin selama ini saya sudah ketemu jodoh sebenarnya, cuma memang belum waktunya saja yang disatuin. Jadi, mohon banyak-banyak bersabar. Pada segmen lain bakalan saya buat deh kriteria calon pendamping Diary Harumpuspita.

5.       Apa kabar perkembangan diri?

Sebagai orang yang fleksibelitas, saya tuh suka berpikiran kalau karakter itu bisa diubah sesuai dengan maunya diri seperti apa. Walaupun butuh usaha yang luar biasa.  Enggak terpatok dengan karakteristik zodiak atau golongan darah. Ya, walaupun setelah diintip-intip juga enggak ada bedanya. Makanya saya kaget luar biasa ketika mengetahui kalau memang tingkat kepekaan perasaan itu lebih dominan dibandingkan logika. Beda sendiri soalnya sama saudara yang lain. Sampai mikirnya begini, ya Allah kenapa hamba berbeda? Cuma sebaper-baper saya kamu mengatakan nggak mood itu diusahakan jangan keluar. Ah, iya. Sikap enggak enakkan itu barangkali yang menjadi penyebabnya.

Yah, anggap sajalah punya perasaan yang lebih dominan itu sebagai kekuatan karena memang jarang banget ada, karena orang yang enggak peka dalam hidup. Paling dihidupkan saja tingkat kepekaannya pada hal-hal yang tepat, tapi yang namanya juga hidup. Capek benar, kalau hidup cuma mikirin perasaan. Ya enggak jalan-jalan. Makanya cara mengatasinya ketemu orang yang lingkarannya benar-benar positif. Mari didekati secara ugal-ugalan.

Jadi, mulai lagi dengan kebiasaan baru untuk membentuk sebuah karakter? Siapa takut.

6.       Enggak beli baju nggak buat galau kok

Sudah dewasa malah enggak beli baju. Hmm, enggak suka style ya? Kayaknya wanita yang kurang memperhatikan style dalam hidup adalah saya. Senang banget kayaknya kalau mengenakan pakaian ala sederhana. Bukanya gimana ya, enggak suka style. Saya suka style kok, bahkan kepikiran untuk menjadi designer pakaian syar’I ketika masih kecil. Masalahnya stok pakaian sudah banyak banget di rumah. Takut saja enggak bisa mempertanggung jawabkannya di akhirat gitu. Yah, walaupun pakaian yang ada di rumah kebanyakan merupakan hibah, tapi kan itu pakain layak pakai juga. Mending uangnya buat dibelikan buku atau kasih emak saya saja deh biar bisa makan enak. #plak.

7.       Waktunya berkarya ugal-ugalan

Tunggu nih, otak saya tengah berpikir pasal ini. Pada masa silam, saya punya target yang besar dalam menjalani hari. Kalau setiap hari minimal menghasilkan satu karyalah begitu. Bahkan sampai di titik puncaknya adalah estimasi satu jam satu artikel atau satu bab novel. Sampai segitu produktifnya ya kan. Sekarang ini, emang bisa melakukan hal yang serupa?

Yah, kalau dibilang serupa sih bisa. Cuma enggak instan saja, ibaratnya baru merangkak lagi, berjalan, baru bisa berlari. Hihi, kita lihat saja perkembangan nanti. Bakalan terdistrak lagi nggak ya? Bakalan goyah lagi nggak ya? Atau semangatnya sama nih seperti buntut tikus.

Oke, itu saja yang bisa saya sampaikan pada segmen kali ini. Semoga Allah Swt memberikan taufik hidayah dan bisa terus saya genggam dalam hidup. Semangat berproses. Mari bertumbuh sesuai dengan maunya Allah dan maunya hati kita, jangan maunya orang. Enggak tenang hidupnya ntar.

Muhasabah Pertama 2024

 

Cara Cepat Untuk Bertumbuh

 Cara Cepat Untuk Bertumbuh

Sejatinya kita tidak ada yang benar-benar siap.

Aku termangu dan tergugu tanpa merasa bersalah tentang kewajibanku sebagai penulis yang seharusnya memang menulis. Nyatanya­­ dalam beberapa bulan belakangan ini toh aku vakum dari dunia blog. Padahal untuk mendongkrak keuangan blog ini sungguh sangat signifikan. Minimal dua ratus ribu per bulan untuk ongkos minyak juga enggak ke mana kan.

Yang Terjadi di Bulan Januari

Bulan pertama aku mendedikasikan diri sebagai novelist. Novelku yang pertama di tahun 2024 ini selesai kutulis dan itu merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa. Pada masa itu, waktuku nyaris tersita untuk yang lain, bahkan kalau di bilang sungguh tidak memungkinkan. Hanya karena satu perkataan dari ayahku yang mendukungku, “Kamu mau menjadi penulis kan? Satu buku satu bulan.” Begitu jawaban itu keluar dari bibir ayah. Rasa hatiku girangnya bukan main dan Alhamdulillah selesai pada waktunya. Sungguh, karya itu adalah karya terbaik yang pernah kutulis. Sebab cara penulisannya pun penuh dengan penjagaan.

Milad Februari Kebahagiaan Berujung Kehanyutan

Sungguh, aku tidak tahu bagaimana caranya mengekspresikan rasa bahagia. Hal yang kutahu bagaimana mengekspresikan semua rasa sedih itu menjadi sebuah karya. Namun kebahagiaan sungguh membuatku bingung. Aku mulai mangkir dalam menulis. Jejak tulisan itu tak ada lagi. Aku sungguh sibuk menghadiahi diriku sendiri dengan kebahagiaan yang bersamaan. Satu karena karyaku selesai dan yang kedua karena Diary Harumpuspita sedang MILAD yang ke-4 tahun. Seharusnya ada sebuah tulisan yang kusajikan. Karya dibalas oleh karya. Lalu kenapa tidak ada?

Sayangnya pertanyaan itu tidaklah kulontarkan di bulan Februari yang penuh dengan musim semi. Kebahagiaan itu sungguh membutakan jalan untukku bertumbuh. Apakah kebahagiaan merupakan sebuah kesalahan? Seringkali ia melalaikan, seringkali ia begitu menipu mengajakku untuk melupakan tanggung jawab mana yang harus dipenuhi.

Terlebih lagi ada kehadiran yang tidak kusangka-sangka, yaitu Wifi di rumah. Seharusnya pertumbuhanku sungguh sangat pesat. Tidak perlu mengkhawatirkan lagi kenapa aku harus pulang lama di sekolah demi mengerjakan tugas. Bahkan ketika tiada satu pun yang tersisa di sana.

Dulu, ketika aku membayangkan memiliki banyak kuota. Hal yang kulakukan adalah bagaimana bisa menjadi seorang blogger professional dan juga konten kreator. Namun ketika saat ini fasilitas serba ada, lantas kenapa masih belum bertumbuh juga? Apa yang salah sebenarnya? Justru dalam kesempitan aku memiliki beragam cara untuk keluar dari lingkarannya, tapi kenapa dalam kelapangan justru malah melalaikan?

Bahkan target bacaan saja aku mulai mengalami kemunduran secara drastis. Tidak seperti dulu yang penuh dengan komitmen dan perjuangan. Apa yang salah? Kupandangi emosional diriku yang ternyata aku masih sungguh sangat terlarut yang namanya kebahagiaan semu. Kebahagiaan yang justru membuatku bingung, bukan kebahagiaan sesungguhnya.

Bingungnya Maret, Tercerahkan di akhir

Aku sudah menemui sebuah akhir dari segala permasalah yang ada. Kemarin, sungguh itu adalah momen paling berharga. Ketika itu bertemu dengan coach Manu yang merupakan Sutradara di kota Medan. Ia menyadarkanku seketika tentang apa yang kualami sebagai penulis. Mandeknya yang membuatku jungkir balik tidak bisa menulis juga. Ternyata jawabannya hanya satu, “jangan-jangan selama ini sedang bingung.”

Aku termangu mendengarkan coach di ruangan yang syahdu itu. Pada pemandangan paling tenang, ada nuansa tumbuhan dan suhu ruangan yang cenderung sejuk membuat kesadaranku kembali. Kata-kata bingung itu bukanlah yang pertama kali kujumpai dalam hidupku di bulan ini.

Sebelumnya sudah kudengar kalimat itu dari orang yang memiliki nama juga. Bedanya yang kemarin-kemarin itu disampaikan dengan nuansa berasa tegang urat sajanya. Bukannya membuatku tersadar akan ucapannya, malahan emosionalnya membuatku sakit tak ketulungan. Mengajakku untuk pergi bersisihan atas luka yang selama ini tidak kuobati. Jadi, wajar saja sensitifnya luar biasa. Ibarat luka yang belum kering, tersiram jeruk nipis hingga membuatku meringis.

Harapanku saat ini dan di bulan yang akan datang

Gimana, sudah baikan?

Aku berusaha bertanya pada diriku sendiri. Ada rasa ketidakyakinan yang melingkupi diri. Namun tak tahu itu apa, tapi itu lebih mendingan dibandingkan aku merasakan baik-baik saja nyatanya tidak. Sebab dewasa ini kita seringkali dihadapkan dengan sebuah kondisi berpura-pura baik saja, sampai kita lupa sedang tidak dalam baik-baik saja. Sehingga ketika terkena angin kencang justru malah ambruk seketika.

Menulis itu Self Healing

Coach Manu mengatakan bahwa ketika kita sudah menuliskan masalah kita, tandanya sudah menyelesaikan masalah sebanyak 70%. Coba perhatikan, kenapa aku enggak menulis? Apa mungkin hanya faktor Bahagia saja? Bukannya kalau orang bahagia ia justru lebih banyak bercerita dan menghasilkan karya? Jangan-jangan selama ini sedang bingung, sedang bingung tentang perasaan diri sendiri.


Obat yang paling mujarab di saat sudah jungkir balik tidak juga menemukan ide. Ya, kita memang harus keluar hidup-hidup dari lingkaran itu. Bertemu dengan orang baru dan menemukan inspirasi baru. Sebab ranah penulis itu bukanlah antara aku dan layar persegi di sebuah ruangan belaka. Namun bagaimana aku bisa merasakan rasa yang sesungguhnya dan menuliskannya di dalam tulisan itu supaya ada nuansa hidup yang sesungguhnya. Writing by experience adalah sebuah tulisan yang mampu dipertanggung jawabkan kebenarannya dibandingkan hanya menuliskan kisah Fantasi belaka. Kalau memang genrenya merupakan kisah Fantasi ya sah-sah saja dong berimajinasi sebebas mungkin. Namun tetap ada logika yang harus bisa diterima juga kan. 

Kututup dengan Lafazh Basmallah dan Doa

Bismillahirrahmanirrahiim…

Ya Rabb, mungkin selama ini aku mengandalkan diriku. Padahal di balik beratnya yang kulalui ada Engkau yang selalu bersedia mendengarkan segala keluh kesah. Ya Rabb, jangan tinggalkan hamba walau hanya sekejab. Jangan biarkan hamba merasa tinggi hati atas semua ilmu yang kau titipkan pada hamba. Iringilah langkah kaki hamba selalu menuju kebaikan dan selalu mengingat-Mu. Ya Rabb, lembutkanlah hati hamba agar hamba bisa mendeteksi kepekaan lebih dini terhadap lingkungan sekitar hamba. Ya Rabb, hamba kembalikan segala debaran, bahagia, sedih, dan luka ini pada-Mu.

Belajar dari Bintang Bersama Wirda Mansyur

Belajar dari Bintang Bersama Wirda Mansyur

Proses Kreatif Penulisan Genre Self Improvement di Usia Muda

Seseorang dulu menjapri saya tentang Kak Wirda. Saya memang tidak tahu beliau, tapi rasa penasaran terhadap beliau menjadi tidak antusias karena pesan teman saya, tentang dia yang tidak merekomendasi beliau dalam pembelajaran.

Ternyata, hal itu sungguh teramat disayangkan bagi saya. Hanya dengan menerima bulat-bulat informasi yang dia sampaikan pada saya, tanpa kroscek terlebih dulu kak Wirda itu orangnya yang bagaimana ya? Maka ketika ada flyer dari KBM App di hari Rabu, 6 Desember 2023 saya memandangnya dengan tatapan biasa sembari bertanya, emang kak Wirda Bagaimana?

Meski dalam kondisi meriang di tubuh, saya mengikuti zoom meeting seperti biasa. Ayah pun marah pada saya, bukannya istirahat malah belajar. Bagi saya, yang sakit hanya tubuh saya. Sementara pemikiran masih bisa diajak bekerja. Sayang saja bila terlewat, barangkali ada informasi yang nyangkut di diri.

Persiapan KLI dan SWC 5

Seperti biasa. Ayah Isa menyambut para penulis dengan pembicaraan rahasia orang dalam di mana yta (yang tahu-tahu sajalah) membahas tentang kondisi finansial para penulis KBM App yang namanya tidak terkenal di penjuru dunia, tapi menghasilkan uang banyak dari menulis.

Sistem bagi hasil KBM App perhitungannya berdasarkan akumulasi. Apabila hanya mencapai 100 ribu dalam penjualannya, maka yang diberikan adalah keseluruhannya. Maka ketika bulan depan lagi ada pemasukan yang kisarannya ratusan ribu juga, 90% untuk penulis dan 10% untuk KBM App.

KLI sendiri adalah singkatan dari Kompetisi Literasi Internasional. Selain pemenang utamanya akan mendapatkan uang tunai, juga mendapatkan tiket gratis bootcamp. Rencananya, daripada bootcampnya hanya di Jakarta doang, terus mendapatkan pelatihan seperti biasa. Mending mereka melakukan perjalanan Singapore, Thailand  dan di sana belajar bagaimana menulis cerita berlatar belakang tempat.

Juri KLI kali ini adalah Mbak Asma Nadia dan Kang Maman. Nah, yang menjadi permasalahannya ketika mereka memiliki pendapat yang berbeda dari karya-karya penulis juara. Sehingga dilakukan diskusi terlebih dahulu untuk melihat kembali mana yang layak menjadi seorang pemenang.

SWC 5 akan diadakan pekan depan. Bagi Ayah Isa, ketika ada naskah bagus dan mau mempromosikan dan mengembangkan diri, mending melakukan jasprom alias Jasa promosi dengan mengusahakan ceritanya itu sudah habis. Orang lain tidak mau menunggu update-an cerita. Makanya ketika mau dipromosikan, usahakan bahwa sudah mencapai 50-60 bab, mendekati ending, atau malah sudah ending. Jasprom ini ada Tiktok Award dan Facebook Award.

KBM App akan memberikan performa yang bagus :

1.       Buktiin diri kalau yang merekomendasikan bagus. Cukup 1 saja yang penting bagus. Misalnya ada penulis pemula mau buat jasprom BTP 80 juta (dalam waktu 8 hari). Promoin bab 1, bab 2, dan masukkan tulisan yang sudah viral. Contoh yang sudah viral-> 3 juta views.

2.       Akun aktif

3.       Followers banyak

4.       Nggak iklan

Cerita sedikit orang yang sudah menggunakan fitur iklan. Ketika sudah tidak beriklan lagi, pemasukannya turun. Makanya sebagai pengalaman ada tayangan sampai 8 juta, tapi penghasilannya hanya ratusan ribu. Sementara kalau dia organik. 1 juta views saja sudah bisa menghasilkan 50 juta. Nah, itu pilih mana?

Views pemula biasanya 5.000

Views bagus biasanya 100.000

Views bagus banget biasanya 500.000

Mbak Ratih meledaknya dari FB, sementara Mbak BTP dari tiktok dan dia mampu menghasilkan 80 juta sehari.

5.       Profesional

KBM App sendiri memang low profile, but high income.

Waktu jasprom pun jangan 20 post sehari hanya untuk membayar utang promosi yang belum terbayar. Maka tentukanlah berapa yang harus diposting setiap hari. Jangan asal copy paste saja tanpa memperhatikan tanda baca. Jasprom juga harus punya harga diri dengan performa penulisnya. Pinter-pinter ketika membuka jasprom karena itu ada skill-nya.

Kita sebenarnya enggak pamer atau sombong, justru itu yang membantu penghasilan para penulis.

(semangat berkarya, semoga mencapai penghasilan akumulasi 1 M dalam waktu dekat, aamiin ya rabbal alamiin)

Talks show bersama kak Wirda Mansyur

Apa bedanya kontennya kak Wirda dengan konten yang lain? Bagaimana pula yang generasi Milenial bisa menghasilkan karya untuk Generasi Z? Kak Wirda ini sekarang sudah menerbitkan 7 buku.

Jawaban Kak Wirda

Berawal dari social media di tahun 2013. Saat itu belum ada sosok orang yang bisa ditanya-tanya tentang suatu perkara. Waktu itu mainnya di twitter yang sebelum akhirnya menjadi logo X akhirnya jadi mampir ke Youtube. Inginnya itu saya ingin membagikan informasi yang sedikit, tapi bervalue. Jadilah nulis di twitter tentang tips-tips menghapal Al-Quran. Gara-gara dari situ malah melebar ke mana-mana.

Impian kak Wirda menjadi penulis itu memang dari sejak kecil. Gara-gara baca buku Mbak Asma dan nonton semua film produksinya. Berangkat dari gemar membaca buku. Punya orang tua yang sangat supportive. Akhirnya ayah kak Wirda mengarahkan kepada seorang pementor yang juga merupakan penulis buku dan jadilah penulis buku.

Kata Ayah Isa. Kak Wirda ini memang bervalue walaupun enggak pakai teks cara bicaranya.

Kak Wirda pernah kirim naskah, tapi Alhamdulillah nggak diterima dan sempat ngedown. Biasanya orang punya impian, tapi hanya di ucapan doang dan tidak terbawa raganya sampai dia mau mewujudkan mimpinya.

Ia jalan-jalan ke took buku dan membayangkan bagaimana kalau buku saya berada di barisan top ten. Waktu itu umurnya sudah 10 tahun. Ia mengirimkan 5 naskah, tapi ternyata enggak diterima. Dia memberikan tips menghapal Al-Quran dan ternyata kekuatannya adalah menulis. Makanya kalau mau menghapal itu, ditulis dulu bahasa Arabnya.  Sampai-sampai ia berdoa kepada Allah (asa ngomong, tapi ngebet) Ya Allah, jangan biarkan saya yang mengejar penerbit, tapi biarkan penerbit yang mengejar saya.

Dulu ia mengira tulisannya sudah bagus. Ternyata setelah melihat diri yang sekarang tuh ancur banget. Dia pernah mendapatkan beasiswa ke New York tidak karena prestasi, melainkan karena guru ngaji. Ingin sekali membuat orang tergerak melihat tulisan saya. Awalnya enggak punya semangat, jadi punya semangat. Ternyata, tulisan bisa sepowerfull itu.

Cerita sedikit, sekitar 3 bulan ia bertemu seseorang. Ada testimony penghapal Al-Quran karena bukunya kak Wirda. Kalau mencapai 5 juz, dia minta hadiah bukunya kak Wirda. Begitu seterusnya sampai di Juz yang ke-19. Sampai pada akhirnya anak itu memiliki beberapa koleksi bukunya kak Wirda.

Qadarullah, gara-gara ibunya meninggal. Ia pun patah semangat dan nggak ada yang membelikan bukunya kak Wirda. Akhirnya ada orang lain yang bertemu dengan  anak itu dan membelikan koleksi bukunya kak Wirda. Lalu kak Wirda segera meminta Video Call dan berjanji akan membelikan buku kepada anak itu sebagai hadiah, menggantikan peran ibunya yang sudah meninggal. Jadi, ini adalah hal yang tak disangka ketika dipertemukan lewat karya.

Walaupun begitu, kak Wirda ingin sekali bisa menulis novel.

Buku apa sih yang sangat sulit kamu selesaikan?

Ia menuliskan buku Be The New You, yaitu melahirkan buku itu dari eksperimen. Eh, sekalinya dikasih pengalaman malah cukup terguncang. Sekarang kalau menulis itu kapan pun dan di mana pun ia bisa. Selalu fleksibel untuk menulis.

Apakah punya target dalam menulis buku?

Dia punya target yang cukup unik. Terbitnya di hari special, yaitu bertepatan di hari ulang tahun. Bunda Asma menambahkan bahwa kalau belum selesai, belum bisa disebut sebagai karya.

Enggak ada yang malas, yang ada tidak termotivasi. Motivasi yang tepat akan menjadi bahan bakar sampai menutup mata. Targetnya Bunda Asma adalah : bahkan sampai meninggal masih bisa menjadi mesin pahala.

Sedikit cerita tentang Mbak Salsa, anaknya Bunda Asma.

Mbak Salsa suka sama buku. Orang tua boleh mengajari, tapi nggak boleh memaksa. Enggak boleh depresi pula kalau seandainya target tidak tercapai. Mbak Salsa kalau dibacakan dongeng itu suka interaktif. Ia mau menjadi penulis ketika anaknya Bunda Helvie Tiana Rosa, si Faiz menjadi penulis. Jadi, sepupunya itu baru saja meluncurkan buku. Namun bukannya mendukung, malahan bilang begini kek Caca. “Emang kak Caca bisa?”

“Bisa dong, kan Bang Faiz sama Caca. Sama-sama makan nasi.” Ketika ada keinginan Mbak Salsa untuk menulis, maka ia pun diajari. Bahkan bukunya yang pertama pun harus dipangku dulu kalau menulis. Anak Penangkap Hantu itu ide awalnya juga dari Caca, tentang seorang anak yang menangkap hantu kemudian di letakkan di dalam toples. Mbak Salsa itu punya 12 buku di usianya yang ke 13 tahun. Sekarang Mbak Salsa sudah berusia 27 tahun dan memiliki seorang baby. Bahkan kemampuan dalam menulis itu membuat mereka runut dalam berbicara. Mbak Salsa ini proposalnya adalah menulis. Bahkan liontin yang di beli saja itu hasil dari royalty.

Begitu juga dengan Adam. Adam ingin menjadi penulis gara-gara nggak nulis menjadi tidak kompak sekeluarga.

Kembali ke ucapan Kak Wirda

Kalau keluarga penulis. Setiap sudut rumah pasti ada buku, tapi di situ dia belajar. Karena kebanyakan baca, jadi kebanyakan nulis. Inspirasi menulis itu karena baca buku orang dan kebetulan juga berhubungan dengan kehidupan.

Ketika kita mendapatkan media menulis, kemudian mendapatkan bimbingan. Itu adalah rezeki yang sangat masyaa Allah. Kita boleh lahir dari keluarga yang enggak suka sama buku, tapi lingkupi diri dengan orang yang suka sama buku seperti komunitas dan para pecinta buku.

Bahkan kak Wirda, tidak menggunakan konektivitas ayahnya. Meskipun itu bisa dilakukan. Makanya kalau layak terbit yang diterbitkan. Kalau enggak yah sudah.

Rencananya kak Wirda mau nulis genre Fantasi nih nanti ke depannya. Keseringan tuh, lihat banyak ide. Namun enggak tahu bagaimana cara menuangkannya. Kak wirda ini menulis buku yang bergenre self development. Kalau seandainya melebar ke mana-mana mending di-cut  saja jadi judul buku baru.

Kalau banyak ide gimana?

Jawaban Bunda Asma

Saatnya berhenti menulis, pikirkan dulu, apakah akan menguatkan tulisan, atau justru nantinya tidak fokus? Kalau seandainya tidak fokus, maka kembalilah ke kerangka awalnya. Mending royaltinya gede. Pada penulis KBM App ini memang enggak terkenal, tapi duitnya banyak. Bahkan ada juga loh seorang Ibu Rumah Tangga yang kerjanya mengurus anak dan hanya bermodalkan HP doang.

Tirulah hal-hal yang baik. Apalagi kalau ada pengarang yang akhlaknya baik dan bisa hits terus. Nggak harus terbit di gramedia. Bahkan Republika saja saat ini sedang jemput bola ke Pesantren. i

Sekarang di KBM App selain menjadi penulis, juga ada profesi baru dengan menjadi penyedia Jasa Promosi. Menurut, para penulis yang hari ini terakumulasi 1 M, pembayarannya tetap tepat waktu.

Bagaimana mana pendapat kita tentang buku bajakan yang ada di pasaran?

Sekarang gini saja. Kalau ada penulis, jangan berpikir aku mau minta bukunya. Namun aku mau membeli (ini adalah cara kita menghargai buku). Ketika kita membeli buku yang bajakan, maka mudaharatnya banyak. Kalau di Indonesia usahakan beli deh.

Ada seorang penanya yang bercerita tidak jadi menerbitkan buku dikarenakan qadarullah, gawainya dicuri orang. Padahal itu adalah satu-satunya tempat ia menulis.

Solusinya sekarang begini, tulisan itu segera di selamatkan saja di e-mail. Karena kalau pakai harddisk bisa rusak, begitu pula kalau di mana-mana bisa hilang.

Penutup

Karakter orang berbeda-beda. Cara menghadapinya juga berbeda. Semakin viral, semakin ada-ada saja masalahnya. Dulu mentalnya kak Wirda seperti Yuppy. Sampai enggak berani melihat Instagram. Ia kehilangan respect orang, cinta orang lain, bahkan bukannya dihargai malah dihujat.

Enggak ada orang lahir tanpa ujian. Kalau kita kabur dari ujian. Hal yang ada ujiannya semakin bertambah. Bahkan ada kegelapan sekalipun, ada Allah Swt di situ.

Kalau berhenti, siapa yang akan berbagi di medsos?

Makin ke sini, semakin ganas. Mungkin ini cara Allah Swt melatih mentalnya kak Winda.

Motivasi

Thanks to be writer. Jangan menyerah buat ngasih semangat orang lain membaca. Tumbuhkan giat membaca buku. Buku adalah sumber dari pengetahuan. Semoga barokah dan menghasilkan karya-karya lainnya.