“Liburan ke toko Buku.” Sebuah
jargon yang sempat menjadi kebahagiaan tersendiri hingga ada orang baik yang
ingin menawarkan buat beliin buku kalau ke toko buku. Tinggal sebutkan berapa
nominal bukunya. Hehe … waktu itu situasinya saya memang kehabisan bahan bacaan.
Namun setelah berada di bulan September ini, saya tengah berpikir buat menjeda
keinginan itu dan mau nggak mau harus bertanggung jawab menghabiskan buku yang telah
ada.
“Please deh Henny jangan rakus jadi orang, sikap tamak itu tidak baik.”
Judul : Lembaga Budi
Penulis : Prof. Dr. Hamka
Penerbit : Republika
Jumlah Halaman : 206
Tahun Terbit : Desember 2021
ISBN : 978-602-0822-16-7
Diribut runduklah padi
Dicupak Datuk Termenggung
Hidup kalau tidak berbudi
Duduk Tegak ke mari canggung
Tegak rumah karena sandi
Runtuh budi rumah binasa
Sendi bangsa ialah budi
Runtuh budi runtuhlah bangsa
Begitulah yang disampaikan buya
Hamka pada permulaan buku. Bukan mukaddimah, tapi kalimat penuh dengan makna
yang mengajarkan arti bahwa budi sepenting itu ternyata. Siapa tak kenal Budi
Bahasa? Berbudi bukan hanya pekara bahasa yang santun, tapi seyogyanya juga
perilaku.
Setelah itu barulah Mukaddimah.
Padahal baru permulaan, sudah menambah wawasan saja bahwa Rasulullah saw adalah
sebaik-baiknya teladan karena beliau diutus tidak lain dan tidaklah bukan
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Gambar 1. Cuplikan kata mutiara Lembaga Budi |
Ada sembilan bab yang bisa kita
renungkan dalam hidup bagian demi bagiannya. Selebihnya merupakan kalimat bijak
kehidupan.
1. Budi
yang Mulia
2. Sebab
Budi Menjadi Rusak
3. Penyakit
Budi
4. Budi
Orang yang memegang Pemerintahan
5. Budi
yang Mulia pada Raja (Iman yang Adil)
6. Budi
Orang yang Membuka Perusahaan
7. Budi
yang Mulia pada Pedagang
8. Sifat
dalam Bekerja
9. Budi
yang Mulia pada Pengarang
10. Tinjauan
Budi
11. 99
Renungan Budi
Cara Penyampain yang Santun
Seperti yang
terkenal sebagai jati diri Hamka merupakan seorang ulama. Cara penyampaiannya
jelas memilih kosa kata yang satun. Setelah membaca buku ini membuat hati akan
selalu berada di lingkaran kebaikan. Kalimat hikmah dalam lembarannya sangat
berarti.
Budi yang Mulia pada Pengarang
Pada Budi yang Mulia pada
pengarang berisikan tentang Nasihat Abdul Hamid al-Khatib untuk pengarang.
Zaman dulu, pengarang memiliki kedudukan yang istimewah di dalam sistem
kerajaan dan menjadi tangan kanan kerajaan atau orang kepercayaan. Meskipun
surat itu telah berusia seribu tahun sampai sekarang. Namun isinya masih tetap
bernilai dan menjadi salah satu pegangan bagi pengarang di zaman modern ini,
khususnya pengarang Islam.
“Seorang pengarang mengetahui
tata bahasa, rasanya, rahasianya, halusnya, dan kasarnya.” (Halaman 124)
Itulah mengapa para pengarang itu
mampu menyajikan hal yang berbeda dalam memberikan sebuah petuah. Mungkin yang
tadinya terasa sakit untuk disampaikan, bisa menjadi lebih lembut dan mudah
diterima dalam hati. Seperti halnya dokter yang mengobati penyakit, pengarang
pengobat penyakit jiwa.
“Memang berat beban tanggung
jawab pengarang. Sebab pena yang tidak disertai ‘budi’ selalu menyesatkan rakyat.”
(Halaman 127)
Gambar 2. Cover Belakang Lembaga Budi karya Prof. Dr. Hamka |
Mood Baca
Buku ini termasuk kategori berat
menurut saya karena rentang waktu menyelesaikannya selama delapan hari, jumlah
halaman sedikit, dan itu memang benar-benar fokus. Setiap kalimat kadangkala
harus berpikir ulang makna apa yang sebenarnya disampaikan oleh penulis saking
menyajikannya pilihan kata santun. Walaupun begitu, tidak pula mengurangi seberharganya
buku ini untuk dimiliki. Sesulit kata yang dipahami, setelah membacanya walau
hanya beberapa lembar memberikan dampak pada diri untuk tidak sombong tentang
apapun dan memberikan sebuah pemahaman bahwa diri ini memang tiada apa-apanya
karena semuanya adalah pemberian dari Allah swt.