Berulang kali saya
bertanya pada diri sendiri, Haruskah saya menceritakannya atau harus diam saja
selaku korban yang diuntungkan? Kan saya mendapatkan kebahagiaannya, harusnya
ya diam saja bukan? Begitulah saya diam saja dan ternyata orang yang dekat
dengan saya malah menjadi korban dengan kerugian puluhan juta rupiah.
Loh,
gimana tah? Kok bisa gitu, bukannya korban itu selalu `dirugikan ya?
Nah. itu dia poinnya.
Simak cerita saya hingga akhir ya.
Kronologi Kejadian
Pagi nan indah diwarnai
dengan cerahnya mentari. Seperti biasa, saya tidak akan mempermasalahkan mau
itu punya uang ataupun tidak. Namun kondisinya memang tidak punya uang pada
waktu itu. Seseorang mengirimkan pesan bahwa ia membutuhkan orang yang bersedia
menjadi penonton bayaran atas iklan yang ditayangkan. Memang pekerjaan menjadi
influencer, pekara menjadi penonton bayaran itu menjadi hal yang biasa. Soalnya
kami akan berusaha memperlihatkannya juga kepada orang lain bahwa di sini ada
event juga loh.
Betapa pun saya terkejut
bahwa bayarannya sungguh fantanstis. Masa iya sekali menonton iklan saja kita
bisa dibayar dengan hargan belasan ribu. Padahal ketika saya menjadi penonton
bayaran melalui website saja, mendapatkan 1000 rupiah rasanya jungkir balik dan
menghabiskan banyak kuota. Yah, ujung-ujungnya juga merugikan. Waktu dan tenaga
habis di situ.
Jangankan hal itu, meskipun website saya sudah ada
iklannya bukan berarti sudah banyak loh yang saya dapatkan. Bahkan sudah menuju
tiga tahun sekalipun masih terkumpul enam ribu rupiah. #plak, yang wajar saja
sih. Kan malas menulis ceritanya dan kontennya sudah biasa.
Saya terus mengikuti
aturannya hingga terkumpulah menjadi ratusan ribu dalam rekening saya. Pada
saat itu ada misi yang lain, yaitu tidak menonton iklan. Mereka mengatakan
bahwa sedang mencoba aplikasi baru tentang bisnis, di mana yang mengharuskan
kami untuk mentransfer uang jika ingin mendapatkan keuntungan sekian persen.
Apabila nominalnya semakin banyak, maka keuntungannya juga akan semakin banyak.
Nah, di situlah kecurigaan saya mulai bermuara.
Sebagai seseorang yang
pernah berkecimpung di dunia perkodingan dan mengetahui mana yang valid ataupun
tidak. Saya mencoba menganalisa tentang website yang diberikan olehnya.
Pengalihan arahan pun juga telah berpindah ke orang lain. Pikiran baik saya mengatakan
bahwa mungkin ini cara supaya lebih mudah mendeteksinya. Setelah mengecek lebih
lanjut tentang website yang diberikan. Ternyata pada hasil pencarian website
tersebut tidaklah muncul dan menjadi tanda tanya besar dalam hati.
Misi yang pertama selain periklanan selesai. Ternyata memang benar, uang yang telah saya dapatkan kembali menjadi milik saya. Kemudian kami mendapatkan misi kembali menonton iklan dan mendapatkan bayaran sesuai yang dijanjikan. Hingga terkumpulah lagi menuju tiga ratus ribuan.
Waktu itu kondisinya masih tergabung dalam satu grub telegram. Saya yang tidak ingin merasa sendirian pun melakukan teknik pendekatan pada peserta grup yang lain secara chat pribadi.
“Kak ini halalnya?”
tanyanya pada saya.
“Halal Kak, kan akadnya
jelas kita like postingan mereka dan mendapatkan uang sekian.” Begitulah ucapan
saya pada waktu itu.
Misi lain selain
menonton iklan pun dimulai kembali. Kali ini nominalnya jauh lebih besar dari yang
dibayangkan, yaitu sekitar lima ratus ribuan lebih. Sementara uang yang saya
miliki di rekening awalnya kan hanya 5000 rupiah saja, cukup untuk membayar
uang administrasi bulanan. Sehingga pada akhirnya misi itu tidak saya kerjakan
dan saya juga menanyakan hal itu pada teman yang saya japri.
Ia lebih dulu memberi
tahu.
“Kak, grupnya
hilangnya?” tanyanya lebih dulu.
Saya langsung
mengeceknya nih. Ternyata masih ada. “Masih ada kok kak.”
Entah kenapa muncullah
sebuah pemberitahuan bahwa misi yang kami kerjakan adalah rahasia dan hanya
orang terpilih saja yang mendapatkannya. Saya pun mulai dijapri sama si
pengarah bahwa saya tidak bisa mengikuti misi karena saldo tidak mencukupi.
Tidak sampai satu jam, grup telegramnya jugalah lenyap begitu saja.
Hilang, entah kenapa
saya malah seperti pencuri yang harus menyelamatkan hasil curian. Uang yang ada
di dalam rekening saya segera saya transferkan ke yang lain atau malah saya
chekuoutkan barang. Yah, saya lupa pada waktu itu. Saya enggak berpikir ke
sana. Hanya berpikir bahwa data pribadi saya takutnya bocor dan yang dirugikan
adalah rekening.
Soalnya sudah banyak
juga referensi teman yang lain, jauh sebelum ini mengatakan bahwa jangan asal
mengklik tautan. Sebab sekali dicek ternyata uangnya hilang puluhan juta di
rekening. Setelah saya berhasil menyelamatkannya, saya tanya lagi sama orang
yang saya japri.
Syukurnya ia termasuk
orang transparan. Hingga pada akhirnya saya tahu bahwa keuntungan yang ia
dapatkan ternyata lebih banyak. Saya pun manggut-manggut dan melaksanakan
aktivitas seperti biasa.
Beberapa hari berlalu.
Tidak berkelang selama sebulan saya mendapatkan informasi yang amat
menggemparkan dari orang terdekat saya. Bagaimana pun tidak ternyata, kisah
kelam menjadi korban penipuan yang mengerok rekening hingga kosong terjadi. Katanya
lewat telegram. Imbasnya juga tidak perlu ditanya. Banyaklah pokoknya, hingga
membuat siapa pun yang mendengarnya menjadi iba.
Namun saya memang tak
berani bertanya, takut malah pertanyaan itu justru membunuh mentalnya. Mana
tahu kasusnya serupa. Hanya saja, saya curiga jika pola ini sama yang saya
alami. Logika saya mengatakan bahwa ini termasuk dengan perjudian. Setelah si
pelaku merasa banyak mendapatkan keuntungan, ia akan menghentikan permainan
dan mengambil semua keuntungannya.