Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh …
Hai sahabat Blogger!
Oke, saya kembali lagi setelah rumah ini tanpa terasa telah bersarang dan
berdebu. Pastinya bukan tanpa sebab ya. Jika dua bulan yang lalu saya
memfokuskan menulis novel dan hasilnya gagal. Maka bulan yang lalu saya
memfokuskan diri menjadi seorang programmer dan sibuk-sibuknya seminar
proposal. Pada penasaran nggak hasilnya gimana?
Kalau pada penasaran saya beri bocoran ya kalau hasilnya gagal. Perasaan
sedih dan kecewa pasti ada. Namun, Alhamdulillah. Saya memiliki kesempatan
untuk terus menyadarkan diri bahwa apa yang saya lakukan belum layak. Tetapi
kalau seminar proposalnya saya lulus dengan hasil yang biasa saja. Tapi tidak
apa-apa. Tetap bahagia saja. Kemudian lihat orang-orang yang tidak memiliki
kesempatan untuk berjuang. Kalah setelah berjuang itu biasa. Kalah sebelum berjuang
itu baru menyakitkan. Walaupun begitu, tetap senyumin saja meskipun hati
teriris.
Oke kembali lagi ke laptop. Percayalah, ketika banyak pintu yang tertutup
pasti ada satu pintu terbuka sebagai jalan untuk tetap kembali pada jalan
kebaikan. Maka solusinya adalah tetaplah menjadi cahaya meski dalam kondisi
gelap sekalipun.
Pada bulan November ini saya beralih pada sesuatu yang tidak menyulitkan
lagi ketika mengambil keputusan. Ketika ada banyak pilihan sedangkan plus
minusnya sama. Maka hal yang saya lakukan adalah menuliskan pilihan tersebut ke
dalam kertas. Kemudian mengguntingnya dan digulung. Setelah itu saya mengambil
salah satu layaknya undian. Namun saya punya catatan untuk cara seperti ini.
Tidak semua perkara bisa diselesaikan dengan cara tersebut. Hanya situasi yang
tidak penting saja. Kalau dulu saya tahu kelemahan diri adalah mementingkan
hal-hal yang tidak penting. Kali ini saya sudah tidak terjebak lagi dengan cara
seperti itu.
Setelah hal tersebut dihadirkan dalam hidup. Terbitlah November ceria. Kemudian
kembali lagi pada menulis ceria. Tepatnya pada hari Minggu, 3 November 2019.
Saya bertemu lagi dengan orang-orang luar biasa dalam melalui hari-harinya. Saya belajar Cara Resensi Buku bersama teman-teman FLP di Masjid Aceh
Sepakat. Awalnya saya pikir letaknya di Aceh. Ternyata di kota Medan. Saya ke
sana dengan sepeda motor yang selalu menemani . Saat memasuki gerbang pintu.
Ada seorang wanita berkacamata dengan kerudung cokelat susu sedang duduk di
sudut Masjid sendirian. Entah mengapa saya sok akrab dan melambaikan tangan
dari jauh. Padahal enggak kenal.
Setelah memarkirkan kendaraan. Saya segera ke tempat orang tersebut. Tidak
ada orang yang saya kenal di sini. Saya berharap tidak salah alamat saat itu
juga. Setelah saya tanya tentang FLP. Kakak tersebut mengiyakan. Ternyata dia
hendak pulang.
Pulang? Waduh, oke pertama saya mengaku salah terlambat kali ini. Janjiannya
jam 10. Sampai di sana hampir jam 11. Ngaret ya, banget. Rasanya ada sesuatu
yang mampet di dada ketika mengetahui ia adalah pemateri pada pertemuan ini.
Selalunya seperti itu kalau ada acara ketika mengetahui tempatnya untuk pertama
kali. Padahal dulu sering lewat dan solat malah. #plak.
Tak lama kemudian datang Kak Fuji dari dalam. Ternyata Kakak itu sudah ada
di sana. Setelah bertemu, Kak Fuji segera membuka percakapan dengan pemateri
sementara masih menunggu seseorang lagi. Saya merasa selamat ketika Kak Fuji
berhasil membuat suasana menjadi hangat.
Sumber gambar : greatedu.co.id
Oke, saya akan menguraikan sedikit tentang pengetahuan resensi yang saya
peroleh pada saat itu. Pertama sekali sebelum dijelaskan tentang bagian-bagian
resensi. Kak Fitri memberikan sebuah contoh dan kami membacanya. Setelah itu
menjelaskan informasi yang kami dapatkan. Resensi sama seperti menilai sebuah
buku. Menurut KBBI, resensi adalah pertimbangan atau pembicaraan tentang buku.
Lebih tepatnya ulasan buku.
Gambar : Pemateri (kiri) dengan Kak Fuji (kanan)
Ada dua kerangka penulisan resensi. Pertama penilaian isi buku dan yang
kedua analisis buku. Pada awal resensi ada identitas isi buku. Contoh resensi
ini bisa dilihat pada dakwatuna.com tentang Resensi Gelas Jodoh. Hal yang bisa
saya katakan ketika membaca resensi tersebut adalah identitas buku, isi buku,
kemudian tentang penulis dengan karya sebelumnya. Penilaian terhadap alur yang
digunakan dalam cerita, mood setelah membaca, hal paling berkesan, hingga
akhirnya mempromosikan buku.
Tips yang Kak Fitri berikan adalah baca dulu media mana yang akan dikirim.
Pahami sistematika mana yang bisa diterbitkan resensi kita. Setelah itu
mulailah meresensi dengan membaca buku. Pada dasarnya, meresensi ini adalah
mempromosikan sebuah buku. Walaupun buku yang telah kita ulas ada kekurangan.
Misalnya, penggunaan tanda baca yang tidak sesuai. Maka tambahkan kata yang
bisa mentralisirnya. “Kekurangan dari buku ini adalah EYD yang belum sesuai.
Walaupun begitu, tidak menghilangkan makna dari isi buku tersebut. ” Nah,
berarti buku tersebut tetap ada nilai plusnya. Bisa juga ditambahi dengan nilai
plus lainnya seperti antar paragraf yang berkaitan.
Perlu diketahui juga dengan target pembacanya siapa. Apakah akademisi,
anak-anak, atau umum? Misalnya buku tersebut diperuntukkan untuk anak gaul.
Maka penggunaan EYD tidak terfokusnya menjadi penilaian sebuah buku.
Pernah nggak terpikirkan tentang jenis kertas mempengaruhi pembaca. Misalnya
perbedaan kertas putih dengan kertas ubi? Kira-kira orang akan membeli yang
mana. Kalau saya sendiri sih lebih suka memilih kertas yang ringan jika jenis
bacaannya adalah novel. Ternyata ada juga penelitiannya lo tentang tampilan
dalam buku. Kak Fitri mengungkapkan bahwa kertas putih yang berat itu cenderung
cepat membuat mata lelah daripada kertas ubi. Kira-kira benar nggak ya? Yuks
pada komentar jika ada yang ingin menyuarakan pendapatnya.
Itu saja yang bisa saya sampaikan tentang Permulaaan Awal November dengan
Resensi.
Berikut ini adalah dokumentasi bersama para FLPers.
Gambar : Para FLPers
Sampai di sini dulu ya cerita kali ini. Sampai jumpa di konten selanjutnya.
Salam Rindu
Harumpuspita