Hari telah berganti, waktu telah berlalu. Sementara aku masih
di sini, diam, dan termenung pekara waktu. Lantas, akankah aku begini terus?
Membisikkan beragam impian yang terpendam dalam sebuah cerita 1000 negeri
dongeng.
Hei, Negeri dongeng itu menarik bukan? Seumpama seribu impian
kala mata terpejam ataupun penghantar tidur sebelum tidur sesungguhnya.
Aku kembali dari impian yang terdahulu. Sejauh episode sebelumnya yang belum bertemu
dengan kisah akhir. Sejauh itu pula, mari melanjutkan sejarah dengan mengulas
beragam hal yang belum terselesaikan.
1.
Kisah
Akhir Bulan
Makan dengan menu sajian lauk yang
enak adalah impian semua orang. Malam itu, aku terkenang. Saat masa sulit
ditinggal Bapak kawin lagi. Sajian nasi goreng dengan khas cabai rawit ditemani
kerupuk terasa nikmat.
“Ingin makan enaklah,” rengekku
merindukan lauk yang lain.
“Sok punya duit betingkah.” Adikku
yang lelaki turut mengomel dan kali ini ia lebih mengomeliku dengan ada
benarnya. Kisah akhir bulan, istilah tanggal tua.
Bukan bersebab karena menghabiskan
lauk yang enak di tanggal muda, tapi memang situasinya yang hidup serba
pas-pasan. Gajiku tak cukup mendongkrak kehidupan finansial keluarga kami.
“Iyalah.” Aku berpasrah, menimbang
ulang dengan nafsu makanku saat ini. Sungguh berbeda dari dulu ke dulu yang
diselingi rasa syukur karena masih kecil masih bisa bersekolah dan makan
seadanya. Namun setelah dewasa ini, cara pandangku mulai berbeda. Tidak ingin
kembali ke masa lalu dengan keluh kesah serba kekurangan.
2.
Kalau
Nanti Punya Uang
Kalau nanti punya uang mau diapain?
Dialokasikan kepada orang yang tepat
sembari mendambakan bisa makan direstoran tanpa melihat daftar harga.
Tidak, bukan begitu caranya. Kalau
punya uang, bukan taraf hidupnya yang perlu ditingkatkan, tetapi sedekahnya
diperbanyak. Bukankah berbagi jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan makan
sendiri?
“Benar juga ya,” pikirku
seketika. Percuma banyak duit, tapi hati
enggak tentram karena tidak berbagi. Sebab, nikmatnya hanya sampai ke perut
sendirian. Sementara banyak orang yang juga berselera ingin makanan enak juga.
Selain itu, kalau nanti punya uang. Niatnya ingin nabung, siapa tahu bisa
digunakan untuk keperluan lainnya yang lebih penting di kemudian hari.
3.
Solusinya
apa dong?
Banyak cara yang bisa dilakukan
supaya menghasilkan uang. Misalnya berdagang atau bekerja sampingan yang lain. Namun
juga diperlukan perjuangan supaya mendapatkan hal yang diinginkan. Termasuk
keputusan dan waktu.
“Ma, aku mau jadi
penulis ajalah. Supaya enggak ke mana-mana, di rumah saja aman,” curhatku pada
Mama malam itu. Sembari berbicara santai tentang hal yang tidak penting
lainnya. Keputusan ini sudah lama sekali aku rencanakan. Bagaimana membuat diri
tidak dikhawatirkan oleh pihak lain. Apalagi bisa menyeimbangkan waktu antara
pekerjaan rumah.
Mamaku hanya terdiam, baginya aku hanyalah pembual yang suka
menyia-nyiakan waktu.
“Aku tuh maunya, nulis ini sebagai
pekerjaan yang menyenangkan. Mama enggak ada teman penulis gitu?”
Mama menggeleng. “Ah, kayak gitu
capeklah.”
Begitulah perbedaan pendapat di antara
kami. Mungkin sekarang ini Mama masih belum percaya bahwa menulis adalah
pekerjaan yang menjajikan, tapi suatu hari nanti aku yakin Mama akan percaya
bahwa profesi apa pun itu selagi menyenangkan dijalani. Pasti ujung-ujungnya
menjanjikan. Bahkan Tere Liye saja yang terkenal saat ini sudah berkarir selama
dua puluh lima tahun. Aku pun baru tahu saat acara jumpa pengarang tanggal 2
Oktober 2022 yang lalu tepatnya di Manhattan.
4.
Sadar
diri aja, Kaya pun Tidak
Aku menyadari bahwa segala hayalan
apa pun yang terlintas dalam benakku. Bahkan sekaya JK Rowling sekalipun, aku
hanyalah seorang penulis pemula. Meski enam tahun lamanya aku berkecimpung di
sana dan masih dianggap tidak menghasilkan apa-apa oleh orang lain. Setidaknya,
aku masih punya jalan untuk memetakan jalan karya.
Tidak masalah jika tidak menghasilkan
bagiku, setidaknya aku masih bisa mengeksplor banyak hal dari menulis. Tentang
membagikan beragam hal dengan gaya tulisanku sendiri. Tentang hayalan yang
terpendam dalam cerita fiksiku.
Aku memang bukan seorang pengarang
sepenuhnya, adakalanya menjadi seorang penulis blog yang mengandalkan konsep berpikir
lebih tepatnya. Jadi, berkarya lagi dengan tulisan siapa takut?
Kaya pun tidak, tidak masalah jika
tidak kaya akan materi. Masih ada rasa syukur yang membuat kita merasa cukup
dengan apa yang ada. Itu jauh lebih berharga dibandingakan dengan kekayaan yang
berlimpah ruah, tetapi tidak merasa cukup sama sekali.
Sampai jumpa di lain
segmen, dengan konsep kisah yang berbeda. Semoga umur kita diberkahi oleh Allah
swt.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.