Suka menulis ulasan buku sejak
lama. Hanya saja saya enggak tahu nih, kalau di dunia perbukuan bisa
berkembang. Bahkan menghasilkan cuan. Sudahlah cerdas karena rajin baca buku.
Dapat bonus sejahtera lagi. Nah, kali ini saya ingin bercerita tentang asal muasal
kenapa saya bisa terjun ke dunia bookstagram, setelah sekian lama menghilang
dari produktivitas.
Berteman yang satu, bertemu sefrekuensi lainnya
Ikutan challenge baca bersama BBBookClub memang sejak tahun 2022. Waktu
itu punya target 50 buku selama setahun. Enggak tahunya, buku yang ke sepuluh
malah sakit mental dan bangkitnya setahun lebih. Itu sungguh rentang waktu tak
disangka. Kemudian saya bertemu dengan postingan kak Elsa Lubis yang merupakan
blogger SUMUT tentang buku. Saya ikutan givewaynya,
alhamdulillah saya menang dan mendapatkan buku berbahasa Malaysia tentang
Perjalanan Muhammad Menuju Sempurna.
Nah, mulai dari situlah saya
berinteraksi dengan para bookstagram yang lainnya. Terkhususnya kak Yoona yang
mengajak untuk berbenah kamar. Padahal berbenah kamar, saya malahan menjadi
rajin, rapi, dan optimis selama berbulan-bulan. Saya pikir itu perubahan yang
besar bagi saya. Padahal dulunya kalau punya niatan untuk berubah,
ujung-ujungnya balik ke stelan pabrik setela motivasi menurun. Itulah mengapa, sebuah Challenge itu melatih diri keluar dari zona nyaman.
Bookstagram melalui Catatan Seorang Eha
Dulu, saya tidak tahu kalau
investasi pelatihan itu ternyata penting dan akan membuat diri mengalami
peningkatan. Jadi, kalau ada pelatihan yang berbayar, saya cenderung cuek. Nah,
melalui akun instagram @catatanseorangeha ini, ia memberikan giveway berupa kelas gratis Bookstagram.
Yah, karena saya enggak begitu tertarik dan nggak tahu dunia bookstagram.
Ikut-ikutan sajalah saya di sana. Nggak tahunya. Kelasnya bukan main-main.
Alhamdulillah, saya menang giveway waktu
itu dan sepertinya menjadi sebuah kode dari Allah, “ini loh waktunya untuk
bertumbuh bersama buku.”
Saya menyadari bahwa menjadi penulis
itu enggak hanya cukup sekadar latihan menulis belaka. Walaupun ada juga loh
yang menghasilkan ratusan juta dengan tulisan. Namun memang dibarengi dengan
penambahan kualitas tulisan, sehingga tulisan bisa kelihatan lebih berisi dibandingkan
hanya cuap-cuap belaka.
Sebulan penuh bersama kak Dipidiff Official dan AWI
Dipi Official adalah seorang
bookstagram senior dan merupakan seorang pementor. Sementara AWI adalah
singkatan sebuah komunitas Amateur Writer Indonesia. Jadi yang menjadi host atau menyelenggarakan kegiatannya
dari AWI.
Pelatihannya setiap hari Minggu malam
Senin dan biasanya ada penugasan. Nah, yang menjadi ketakjubannya adalah cara
Kak Dipi sangat seru menyampaikan materi demi materi. Pembahasannya berasa
daging, apalagi kalau dipraktekkan. Mulai dari membuat postingan biasa,
postingan dengan gaya fotografi, postingan audio yang mengarah podcast, hingga
proses pembuatan video. Sesi kelas terakhirnya membahas tentang engagement
rate. Saya yakin kalau menjalaninya dengan sungguh-sungguh bakalan bertabur
hadiah. Sebab di kelas itu akan diberikan sebuah penghargaan untuk nilai tugas yan
tinggi, pertanyaan terbaik, dan peserta terbaik.
Saya menjalaninya di tengah
kesibukan yang membuat diri kalang kabut. Seringkali ketemunya lagi dalam
perjalanan. Yah, namanya saya enggak tahu kalau memang bakalan penting sekali.
Tahu gitu, mendedikasikan diri di rumah saja untuk belajar sungguh-sungguh.
Eits, tapi bukan hanya itu loh
poin pentingnya. Pembelajaran itu harusnya tidak berhenti, ia harus berlanjut
secara konsisten yang berarti diterapkan di dalam kehidupan. Nah, jadi mau
diposisi mana pun memang harus bersyukur. Barangkali memang segitulah jatahnya
untuk menikmati kenikmatan belajar.
Oh, iya. Selain di akhir kita
akan mendapatkan Sertifikat. Pada akhir acara ada wisuda virtual bersama,
kemudian diberikan pula feedback penilaian. Jadi, kita benar-benar tahu
kualitas konten yang telah dibuat itu seperti apa di mata orang lain.
Menjadi teman Kak Dipi dan Bookstagram lainnya
Kalau saya memposting hasil
review sudah merasa keren. Setelah mampir di postingan Bookstagram lainnya
jelas membuat saya gigit jari. Keren-keren semua, mulai dari kualitas
visualisasinya hingga isi dari review mereka. Sempat merasa ah, mereka aja deh.
Saya enggak usah ikutan kalau ada Challenge.
Ujung-ujungnya juga enggak menang kan. Heheh, tapi ini nggak boleh ditiru.
Justru dengan adanya konten hanya sekedar memenuhi persyaratan Challenge saja. Ternyata ada loh orang
lain yang melirik aktivitas kita dan tertarik membangung kerjasama. Kan asyik
ya. Malahan saya baru sebulan loh, gabung menjadi bookstagram. Eh, sudah dapat
kerjasama nih dari penulis Perempuan Kedua.
Hingga kini saya dengan Kak Dipi
masih sering Instagram Walking, yaitu saling komentar di postingan tentang
buku. Nah, jadi nambah wawasan kan. Para Bookstagram lainnya asyik loh,
walaupun kebanyakan enggak kelihatan visualisasi mereka seperti apa. Namun
seiring berjalannya waktu bakalan tahu kalau mereka itu wajahnya seperti apa.
Macam-macam deh. Ada yang sudah berumur, ada yang seorang ibu, ada pula yang
masih single seperti saya.
Nah, bagi teman-teman yang tertarik terjun di
dunia Bookstagram. Ikutin saja akun Instagram saya @diaryharumpuspita. Mana
tahu kan bisa eksis juga di dunia perbukuan, saling berbagi, dibandingkan hanya
sekadar membaca buku seorang diri.